Apa penyebab perang aceh

Penyebab terjadinya perang aceh dibagi menjadi 2, yaitu sebab umum dan khusus. Sebab-sebab umumnya antara lain Adalah: Keinginan Belanda untuk Menguasai Aceh. Lalu adanya Traktat Sumatera (Inggris dan Belanda). Dan memberi peluang Belanda untuk menyerang Aceh dengan Turki, Italia, dan Amerika Serikat. Sedangkan sebab Khususnya ialah Belanda menuntut agar Aceh tunduk kepada Belanda.

Latar Belakang Perang Aceh

Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda berambisi untuk mendudukinya. Sebaliknya, orang-orang Aceh tetap ingin mempertahankan kedaulatannya. Sampai dengan tahun 1871, Aceh masih mempunyai kebebasan sebagai kerajaan yang merdeka.

Situasi ini mulai berubah dengan adanya Traktrat Sumatra (yang ditandatangani Inggris dengan Belanda pada tanggal 2 November 1871). Isi dari Traktrat Sumatra 1871 itu adalah pemberian kebebasan bagi Belanda untuk memperluas daerah kekuasaan di Sumatra, termasuk Aceh. Dengan demikian, Traktrat Sumatra 1871 jelas merupakan ancaman bagi Aceh.

Karena itu Aceh berusaha untuk memperkuat diri, yakni mengadakan hubungan dengan Turki, Konsul Italia, bahkan dengan Konsul Amerika Serikat di Singapura. Tindakan Aceh ini sangat mengkhawatirkan pihak Belanda karena Belanda tidak ingin adanya campur tangan dari luar. Belanda memberikan ultimatum, namun Aceh tidak menghiraukannya. Selanjutnya, pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda memaklumkan perang kepada Aceh.

Perang antara Aceh dan Belanda berlangsung selama empat periode. Periode pertama dari tahun 1873 sampai 1874, dipimpin oleh Sultan Muhammad Syah. Periode kedua tahun 1874-1880 M, dalam periode ini Sultan Muhammad Syah terbunuh dan Keraton Sultan dikuasai Belanda. Periode ketiga terjadi pada tahun 1881 sampai 1896 Masehi, dipimpin oleh Teuku Umar. Setelah Teuku Umar berhasil dibunuh, perlawanan dilanjutkan dibawah komando Cut Nyak Dien (istri Teuku Umar). Periode keempat berlangsung pada tahun 1896 hingga 1910 masehi, tanpa komando dari pemerintah pusat dengan strategi perang gerilya kelompok maupun perorangan.