Apakah 8 Dampak Negatif dan 6 Positif Sistem Tanam Paksa ?

Assalaamu’alaikum wr wb. Selamat berjumpa kembali dengan admin. Mungkin banyak dari kamu pernah mendengar istilah tanam paksa, apalagi yang sering belajar sejarah, pasti sudah mengetahuinya. Untuk lebih mempertajam pengetahuan atau pemahaman kamu mengenai tanam paksa, berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai 8 Dampak Negatif dan 6 Positif Sistem Tanam Paksa.

8 dampak negatif sistem tanam paksa:

  1. Penderitaan fisik dan mental kerena bekerja terlalu keras.
  2. Pajak yang besar
  3. Pertanian lokal khususnya padi mengalami gagal panen.
  4. Kelaparan dan kematian dimana-mana
  5. Menurunnya jumlah penduduk Indonesia
  6. Berkembangnya reaksi keras di Belanda terhadap pelaksanaan sistem tersebut hingga keluarnya UU Agraria Tahun 1870
  7. Penurunan jumlah penduduk Indonesia karena kematian dan kelaparan
  8. Belanda mendapatkan keuntungan yang sangat besar namun kesejahteraan masyarakat menurun, sehingga memunculkan kemiskinan yang parah.

Cultuurstelsel (harfiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila).

Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.

Pada praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.

Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.

Tanam Paksa

Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839. Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.

Dampak positif sistem tanam paksa:

Dikenalnya tanaman produksi baru di Indonesia, seperti teh, kopi, kina dan karet

Sistem Tanam Paksa mengenalkan tanaman yang sebelumnya tidak dibudidayakan di Indonesia. Saat penjajahan Belanda perkebunan yang menghasilkan tanaman ini menghasilkan keuntungan besar bagi para penjajah. Namun setelah Indonesia merdeka perkebunan ini menjadi sumber lapangan kerja dan devisa penting bagi Indonesia.

Dibangunnya infrastruktur pertanian seperti irigasi

Untuk mengeksploitasi dan meningkatkan hasil tanam paksa, pemerintah Belanda membangun infrastruktur penunjang. Misalnya adalah jalur kerera api untuk mengangkut hasil perkebunan, pabrik gula, bendungab dan saluran irigasi untuk mengairi perkebunan ini. Setelah merdeka banyak infrastruktur ini masih bisa digunakan oleh masyarakat.

Dilakukannya politik Balas Budi akibat reaksi sistem Tanam Paksa yang menghasilkan kalangan terdidik dari kalangan rakyat Indonesia.

Sistem Tanam Paksa dilakukan dengan kejam oleh Belanda karena mengeksploitasi para tenaga kerja yang digaji kecil dan bekerja dalam kondisi berat. Hal ini membuat simpati bagi rakyat Indonesia, yang akhirnya membuat Belanda menjalankan Politik Etis, atau Politik Balas Budi.

Dalam politik ini Belanda membangun sekolah untuk orang Indonesia sebagai kompensasi atas keuntungan yang didapat Belanda selama Tanam Paksa. Dengan Politik Etis, mulai muncul kalangan terdidik dari rakyat Indonesia.

Mereka inilah yang kemudian menjadi penggerak kebangkitan nasional yang kemudian menghasilkan kemerdekaan Indonesia. Para tokoh ini misalnya adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), Dr Cipto Mangunkusumo dan Ir Sukarno.

Dikenalnya teknik pertanian baru

Selain jenis fanaman baru, teknik pertanian baru seperti penanaman intensi dan penyerbukan buatan juga mulai dikenal masyarakat Indonesia dari perkebunan Belanda.

Diperkenalkannya mata uang secara besar – besaran samapai lapisan terbawah masyarakat Jawa