Apakah Ciri-ciri Masyarakat Majemuk

Pengertian masyarakat majemuk adalah sesuatu yang merujuk kepada masyarakat yang terdiri atas berbagai macam ciri dan karakteristik kebudayaan, baik perbedaan dalam bidang etnis, golongan, agama, tingkat sosial yang tinggal dalam suatu komunitas tertentu.

Ciri-ciri masyarakat majemuk adalah:

  • Memiliki struktur sosial yang terbagi – bagi ke dalam lembaga – lembaga yang bersifat non komplementer.
  • Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota  – anggotanya terhadapa nilai – nilai yang berifat dasar.
  • Secara relatif seringkali mengalami konflik diantara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
  • Mengakui adanya perbedaan dan keberagaman serta kompleksitas dalam masyarakat.
  • Menjunjung tinggi unsur kebersamaan, kerja sama, dan selalu hidup berdampingan dengan damai meski terdapat perbedaan.
  • Menghargai hak asasi manusia dan toleransi terhadap perbedaan.
  • Kesederajatan dalam kedudukan (status sosial) yang tetap bertahan meskipun ditengah – tengah kebudayaan, adat istiadat, maupun ditengah suku, dan agama yang berbeda – beda.
  • Tidak mempersoalkan kelompok minoritas maupun mayoritas yang ada di tengah – tengah masyarakat.
  • Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk – bentuk kelompok sub kebudayaan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
  • Secara relatif, integrasi sosial tumbuh diatas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi.
  • Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lainnya.

Jenis dan Macam Masyarakat Majemuk adalah:

  • Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan, yaitu masyarakatmajemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang kekuatan kompetitip tidak seimbang.
  • Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, yaitu masyarakat majemuk yang terdiriatas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang memilki kekuatan kompetitif seimbang.
  • Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan, yaitu masyarakat yang antara komunitas atau kelompok etnisnya terdapat kelompok minoritas, tetapi mempunyai kekuatan kompetitip di atas yang lain, sehingga mendominasi politik dan ekonomi.

Struktur Masyarakat Majemuk adalah:

  • Horizontal, ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan social berdasarkan perbedaan suku-bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan.
  • Vertical, ditandai adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup dalam.

Perbedaan Masyarakat Majemuk dan Multikulturalime

Perbedaan Masyarakat Majemuk dan Multikulturalime adalah akan dijelaskan berikut ini, pendapat tokoh yang mempopulerkannya dan kita tanpa menelaah lebih panjang lagi mengadopsi apa adanya. Konsepnya :masyarakat majemuk adalah dasar terbentuknya masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural sudah pasti masyarakat majemuk.

Masyarakat majemuk adalah suatu kondisi dimasyarakat yang terdiri dari berbagai perbedaan (diferensiasi sosial) yang terdiri dari  berbagai strata, ekonomi, ras, suku bangsa, agama dan budaya yang berjalan dengan apa adanya. Masyarakat ini masih seperti masyarakat pada umumnya dengan berbagai realitas sosial, masih terdapat konflik, pertentangan dan realitas sosial lainnya.

Sedangkan masyarakat multikultural adalah suatu kondisi masyarakat yang majemuk yang telah tercapai sebuah keteraturan dan keharmonisan dalam masyarakat. Pada masyarakat ini, dengan banyaknya diferensiasi sosial masyarakat tercipta suatu keharmonisan, saling menghargai, kesederajatan dan mempunyai kesadaran tanggungjawab sebagai satu kesatuan.

Contohnya Masyarakat Indonesia dapat dikategorikan masyarakat majemuk, dengan segala perbedaan dan konflik yang senantiasa menghiasi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara kita.  Sedangkan masyarakat multikultural dapat kita contohkan masyarakat pada zaman para-Nabi. Dengan banyaknya perbedaan, sikap rukun saling menghargai, hidup berdampingan dan saling membantu adalah cita-cita setiap masyarakat didunia.

Masyarakat Majemuk Indonesia

Masyarakat majemuk terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional, yang biasanya dilakukan secara paksa (by force) menjadi sebuah bangsa dalam wadah negara. Sebelum Perang Dunia kedua, masyarakat-masyarakat negara jajahan adalah contoh dari masyarakat majemuk. Sedangkan setelah Perang Dunia kedua contoh-contoh dari masyarakat majemuk antara lain, Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan, dan Suriname.

Ciri-ciri yang menyolok dan kritikal dari masyarakat majemuk adalah hubungan antara sistem nasional atau pemerintah nasional dengan masyrakat suku bangsa, dan hubungan di antara masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional. Dalam perspektif hubngan kekuatan, sistem nasional atau pemerintahan nasional adalah yang dominan dan masyarakat-masyarakat suku bangsa adalah minoritas.

Hubungan antara pemerintah nasional dengan masyarakat suku bangsa dalam masyarakat jajahan selalu diperantarai oleh golongan perantara, yang posisi ini di hindia Belanda dipegang oleh golongan Cina, Arab, dan Timur Asing lainnya untuk kepentingan pasar. Sedangkan para sultan dan raja atau para bangsawan yang disukung oleh para birokrat (priyayi) digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan penguasaan. Atau dipercayakan kepada para bangsawan dan priyayi untuk kelompok-kelompok suku bangsa yang digolongkan sebagai terbelakang atau primitif.

Dalam masyarakat majemuk dengan demikian ada perbedaan-perbedaan sosial, budaya, dan politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang membedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang minoritas. Dalam masyarakat Hindia Belanda, pemerintah nasional atau penjajah mempunyai kekutan militer dan polisi yang dibarengi dengan kekuatan hukum untuk memaksakan kepentingan-kepentingannya, yaitu mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia.

Dalam struktur hubungan kekuatan yang berlaku secara nasional, dalalm penjajahan hindia Belanda terdapat golongan yang paling dominan yang berada pada lapisan teratas, yaitu orang Belanda dan orang kulit putih, disusul oleh orang Cina, Arab, dan Timur asing lainnya, dan kemdian yang terbawah adalah mereka yang tergolong pribumi. Mereka yang tergolong pribumi digolongkan lagi menjadi yang tergolong telah menganl peradaban dan meraka yang belum mengenal peradaban atau yang masih primitif.

Dalam struktur yang berlaku nasional ini terdapat struktur-struktur hubungan kekuatan dominan-minoritas yang bervariasi sesuai konteks-konteks hubungan dan kepentingan yang berlaku.

Dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia, pemerintah penajajahan Jepang yang merupakan pemerintahan militer telah memposisikan diri sebagai kekuatan memaksa yang maha besar dalam segala bidang kehidupan masyarakat suku bangsa yang dijajahnya. Dengan kerakusannya yang luar biasa, seluruh wilayah jajahan Jepang di Indonesia dieksploitasi secara habis habisan baik yang berupa sumber daya alam fisik maupun sumber daya manusianya (ingat Romusha), yang merupakan kelompok minoritas dalam perspektif penjajahan Jepang.

Warga masyarakat Hindia Belanda yang kemudian menjadi warga penjajahan Jepang menyadari pentingnya memerdekakan diri dari penjajahan Jepang yang amat menyengsarakan mereka, kemerdekaan diri pada tanggal 17 agustus tahun 1945, dipimpin oleh Soekarno-Hatta.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yang disemangati oleh Sumpah Pemuda tahun 1928, sebetulnya merupakan terbentuknya sebuah bangsa dalam sebuah negara yaitu Indonesia tanpa ada unsur paksaan.

Pada tahun-tahun penguasaan dan pemantapan kekuasaan pemerintah nasional barulah muncul sejumlah pemberontakan kesukubangsaan-keyakinan keagamaan terhadap pemerintah nasional atau pemerintah pusat, seperti yang dilakukakn oleh DI/TII di jawa Barat, DI/TII di Sulawesi Selatan, RMS, PRRI di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Permesta di Sulawesi Utara, dan berbagai pemberontakan dan upaya memisahkan diri dari Republik Indonesia akhir-akhir ini sebagaimana yang terjadi di Aceh, di Riau, dan di Papua, yang harus diredam secara militer.

Begitu juga dengan kerusuhan berdarah antar suku bangsa yang terjadi di kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Maluku yang harus diredam secara paksa. Kesemuanya ini menunjukkan adanya pemantapan pemersatuan negara Indonesia secara paksa, yang disebabkan oleh adanya pertentangan antara sistem nasional dengan masyarakat suku bangsa dan konflik di antara masyarakat-masyarakat suku bangsa dan keyakinan keagamaan yang berbeda di Indonesia.

Dalam era diberlakukannya otonomi daerah, siapa yang sepenuhnya berhak atas sumber daya alam, fisik, dan sosial budaya, juga diberlakukan oleh pemerintahan lokal, yang dikuasai dan didominasi administrasi dan politiknya oleh putra daerah atau mereka yang secara suku bangsa adalah suku bangsa yang asli setempat. Ini berlaku pada tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten dan wilayah administrasinya. Ketentuan otonomi daerah ini menghasilkan golongan dominan dan golongan minoritas yang bertingkat-tingkat sesuai dengan kesukubangsaan yang bersangkutan.

Related Posts